Dalam dunia olahraga, setiap atlet berlomba untuk menjadi yang terbaik, mengutamakan nilai integritas dan sportivitas. Sportivitas mencakup kejujuran, keadilan terhadap lawan, serta kemampuan untuk mengakui keunggulan dan kelemahan diri sendiri.
Namun, sayangnya, tidak sedikit yang memilih jalan pintas dengan melakukan kecurangan. Bentuk kecurangan dalam olahraga bisa berupa pengaturan skor, suap, hingga penggunaan doping. Dalam konteks kompetisi, doping mengacu pada konsumsi obat-obatan tertentu yang meningkatkan performa atlet. Tindakan ini tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga dianggap tidak adil terhadap peserta lain yang bersaing secara jujur.
Meskipun larangan doping telah ditegakkan dengan ketat, masih ada atlet yang tetap menggunakan cara ini untuk mencapai prestasi. Alasan di balik tindakan tersebut hampir selalu sulit diterima oleh organisasi olahraga, mengingat dampak buruk yang diakibatkan.
Dalam sejarah, banyak kasus di mana atlet menggunakan doping demi keuntungan pribadi. Meskipun beberapa dari mereka sempat memenangkan kejuaraan, gelar dan medali yang diperoleh akhirnya dicabut karena pelanggaran ini. Berikut adalah salah satu kasus doping yang terkenal, bahkan menjadi dasar penguatan aturan anti-doping dalam olahraga.
1. Thomas Hicks di Olimpiade St. Louis 1904
Kasus Thomas Hicks dianggap sebagai salah satu insiden doping pertama yang tercatat dalam sejarah olahraga, sekaligus yang paling kontroversial. Hicks, seorang pelari maraton asal Amerika Serikat, terlibat dalam insiden ini pada Olimpiade St. Louis, Missouri, tahun 1904.
Saat itu, Hicks menghadapi kesulitan besar mendekati 10 kilometer terakhir sebelum garis finis. Tubuhnya mulai melemah, dan ia berisiko gagal menyelesaikan lomba. Untuk membantunya, asistennya menyuntikkan campuran strychnine dan brandy ke dalam tubuhnya.
Strychnine adalah stimulan yang saat ini lebih dikenal sebagai bahan utama racun tikus. Kombinasi ini memang berhasil membuat Hicks menyelesaikan perlombaan, tetapi kondisinya selama berlari sangat memprihatinkan. Ia sering terlihat sempoyongan dan beberapa kali mengalami halusinasi.
Situasi pada lomba maraton tersebut tergolong kacau. Meski diketahui menggunakan doping tanpa sepenuhnya menyadarinya, Hicks dinobatkan sebagai juara. Keputusan ini diambil karena pesaing utamanya, Fred Lorz, didiskualifikasi setelah ketahuan menumpang mobil sejauh 10 kilometer sebelum finis.
Kasus ini menjadi pengingat kelam betapa pentingnya aturan yang ketat dalam memastikan kejujuran dan integritas dalam olahraga.
2. Lee Chong Wei – Kejuaraan Dunia 2014
Legenda bulutangkis Malaysia, Lee Chong Wei, mengalami pukulan berat dalam kariernya saat ia gagal lolos tes doping pada Kejuaraan Dunia 2014 akibat penggunaan dexamethasone.
Pada tahun berikutnya, Lee menjalani persidangan antidoping di Amsterdam dan dinyatakan bersalah. Panel memutuskan bahwa Lee tidak sengaja menggunakan obat tersebut, menyebutnya sebagai tindakan yang teledor.
Usai kasus doping tersebut, Lee Chong Wei berhasil membangun kembali kariernya dengan tekad kuat untuk berkompetisi tanpa bantuan obat-obatan. Ia berusaha kembali menjadi pemain papan atas dengan mengandalkan kemampuan dan disiplin diri.
3. Ben Johnson – Olimpiade Seoul 1988
Ben Johnson, seorang pelari unggulan asal Kanada, sempat mencapai puncak popularitas di Olimpiade Seoul 1988. Dalam pertandingan final lari 100 meter, ia meraih medali emas dengan performa luar biasa, sebagian besar berkat penggunaan stanozolol, zat yang memiliki efek serupa dengan steroid dan mampu meningkatkan massa otot untuk menunjang performa.
Kemenangan ini disambut meriah oleh Johnson dan para pendukungnya di Kanada, apalagi mengingat sebelumnya ia hanya berhasil meraih medali perunggu pada Olimpiade Los Angeles 1984.
Namun, setelah pemeriksaan, komite Olimpiade menemukan bukti stanozolol dalam sampel urinnya, yang menyebabkan medali emas tersebut dicabut dan diserahkan kepada pesaingnya, Carl Lewis.
Tidak hanya di Olimpiade Seoul, Johnson juga diketahui menggunakan zat serupa dalam beberapa kejuaraan pada 1987. Hal ini mengakibatkan pencabutan medalinya di berbagai kompetisi tersebut, meninggalkan noda besar pada kariernya dan menandai pentingnya upaya peningkatan sportivitas di dunia olahraga.
4. Diego Maradona – Piala Dunia 1994
Diego Maradona, ikon sepakbola yang dikenal karena kehebatannya sekaligus kontroversinya, kembali menjadi sorotan pada Piala Dunia 1994 di Amerika Serikat. Setelah pertandingan melawan Nigeria di fase grup, Maradona terbukti menggunakan efedrin, zat terlarang yang diyakininya dapat membantu menurunkan berat badan.
Pemakaian efedrin membuat pertandingan tersebut menjadi laga terakhir Maradona bersama tim nasional Argentina. Dalam autobiografinya, Maradona mengungkapkan bahwa efedrin berasal dari minuman energi yang memiliki komposisi berbeda dibandingkan dengan yang biasa dikonsumsinya di Argentina.
Kasus ini menambah catatan hitam dalam kariernya, yang sebelumnya juga dirusak oleh kecanduan kokain hingga membuatnya diskors selama 15 bulan.